Hello again my past

Halo masa lalu,
Setidaknya sapaan itu yang terlintas di benak saya. Lama tak bertemu dan sekarang kita bertemu di satu titik. Dan entah mengapa, saya menyebutnya pertemuan unik. Entah disengaja atau tidak selalu mengejutkan bertemu denganmu.

So, hi again my past.
Well, oke, saya gak tau harus mulai dari mana. Entah dari awal kedekatan dulu atau malah awal perpisahan dulu. Tapi entah kenapa kita seperti menghindar. Entah memng karena kita sibuk masing-masing atau memang benar-benar menghindar. Sampai akhirnya saya kembali mengenalmu.

Entah kau masih ingat atau tidak hal super sepele itu seperti membuat kita bermusuhan. Atau lebih tepatnya saling tak peduli. Tak pernah lagi berkomunikasi bahkan menghindar untuk menanyakan kabar saat bertemu. Dan mungkin saya duluan yang memulai ini, lagi-lagi, seperti katamu dulu, karena keegoisan saya.

Kau benar, saya memang egois. Mungkin terlalu egois. Dan ya kau benar, dulu memang salah saya. Saya yang tak pernah mengerti tentang kita, tentang what is our goal.

Dan saya tak pernah tahu maksud dari semua telponmu setelah hal yang kau sebut keegoisan saya. Atau tepatnya, saya tak pernah mau tahu. Dan lagi-lagi kau benar saya terlalu egois. Bahkan ketika kau mengalah, saya masih saja terlalu egois.

Entah sudah berapa tahun saya tak mengucapkan selamat ulang tahun dan begitu pula kamu. Entah gengsi, egois, atau masih ada sedikit kemarahan. Hingga akhirnya kabar darimu hanya datang seperti angin, pelan dan menghilang lalu terlupakan.

Hingga akhirnya saya dikejutkan dengan kedatanganmu. Well I was really shock when you came, literally. Bangun tidur dan mendapati beberapa missed called dan pesan darimu yang bilang kau datang ke tempatku dan menginap tak jauh dari tempat tinggalku. Plus tambahan kau bilang akan menemuiku untuk minta ditemani ke suatu tempat. It was a morning surprise. How came you can call me and said that you really came?

Dan kau tau, saya benar-benat kikuk dan benar-benat gak nyangka sama sekali. Well kita sebut ini deg-deg-an. Entah apa yang buat deg-deg-an dan entah saya harus senang atau menghindar lagi. Hingga akhirnya kita bertemu. Dan satu kata, kau sedikit berubah.

Kau tau, mereka masih saja menanyakan tentangmu padaku. Bukan sekedar bertanya, hmmm bahasa sekarang sih nge-ceng-ceng-in. Dan setiap itu pula, saya membangun benteng pertahanan untuk benar-benar bisa lepas dari bayangan kita pernah bersama. Entah kenapa saya melakukan ini. Dan entah mengapa mereka masih saja mengharapkan kebersamaan kita.

Dan akhirnya saya kembali dikejutkan denganmu. Sebuah perjalanan bersama, yang tentu saja bersama dua teman yang lain. Tapi tetap saja itu mengejutkan. Dan seperti dulu, saya tidak tahu harus apa. Kau berubah, begitu pun saya. Kita berubah. Semua.

Dari obrolan perjalanan, dari pertemuan tak terduga, dan dari apa yang saya lalui bertahun tanpa berkomunikasi denganmu saya tahu satu hal. Saya tidak bisa menemukan seseorang sepertimu.

Dia tak sama sepertimu, seperti kamu dulu atau sekarang. Dia mendengarkan segala cerita saya, tapi tak pernah memperhatikan. Dia berada di dekat saya, tapi tak pernah benar-benar peduli. Dia selalu ada untuk saya, tapi tak pernah serius. Dan itulah kenapa kau dan dia berbeda. Dia mementingkan dirinya sendiri dan kau memikirkan kita, setidaknya untuk bertahun lalu.

Well kau boleh menertawakan keegoisanku. Tentang hal yang baru saya sadari setelah menahun. Tentang penolakan untuk kembali setelah beberapa waktu perpisahan. Tentang segalanya kau, boleh tertawa.

Dan hal yang paling nyata yang saya sadari adalah saya terlalu bego untuk melepasmu yang sangat baik untuk saya hanya untuk hal yang tak pasti untuk saya. Saya tak berharap kita bisa kembali karena saya tak pernah tahu bagaimana kamu sekarang. Setidaknya saya berharap, saya tak pernah melakukan kebegoan lagi tentang hal seperti ini, tentang saya yang membiarkan hal baik untuk saya dan yang saya dapatkan adalah hal tanpa kepastian yang hanya menyakiti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

What a Life -- Part. Happy Wedding my beloved friend

Satu hari di bulan Juli 2004, tepatnya hari pertama masuk SMA, aku masuk sebuah kelas 10 di mana belum ada satu orang yang benar-benar aku kenal. Dari berpuluh-puluh teman SMPku yang masuk di SMA itu, hanya beberapa orang yang masuk di kelas 10 F dan itu pun gak aku kenal dekat. Sampai akhirnya, seorang perempuan berjilbab menawariku untuk duduk di sebelahnya.
"Di sini aja. Kosong kok", ujarnya.
Dan aku pun segera duduk di sebelahnya dan berkenalan. Nindy, namanya. Dan dari situlah aneka cerita dimulai. Bukan satu-dua cerita saja, tapi ternyata berpuluh cerita sepanjang pertemanan dengan Nindy. Dari jaman anak SMA yang masih nurutin apa kata senior, sampe akhirnya lulus kuliah dan mulai belajar mengenal dunia.
Sampe akhirnya, bulan kemarin, April 2012, seperti biasa, pagi-pagi kami pergi ke laut untuk duduk dan bercerita. Nindy datang ke rumah dan duduk di ruang tamu. Ada yang berbeda di jari manisnya.
"Ndy, tunangan ya?", tanyaku.
"Engga kok la", jawabnya.
"Itu cincin tunangan kan? Ih ga cerita,"
"Bukan kok la, ini dari ibuku," jawabnya sambil senyum-senyum.
Dan kami berangkat ke pantai pagi itu. Di tengah cerita yang mulai ngalor ngidul, tiba-tiba..
"Eh iya la, aku mau nikah tauk. Pertengahan taun ini, kamu dateng loh, hehe.." kata Nindy.
Asli shocked super duper pas Nindy ngasih tau ini. Bukan masalah baru ngasih taunya. Tapi cara dia ngaasih tau. Cara ngasih taunya udah kayak orang ngajak main aja. Santai banget. Ya emang gitu sih si Nindy, ehehe..
Dan dari situlah dia cerita siapa calonnya, kapan lamarannya dan kapan nikahnya yang ternyata cuma berjarak sebulan dari dia ngasih tau aku.
Dan hari ini, Minggu 20 Mei 2012, Nindy akhirnya menikah. Dan ternyata ngehadirin akad nikah itu bikin nangis terharu ya. Ngeliat akad nikah temen dari SMA, tempat curhat ini itu, dan segalagalanya, bener-bener terharu ngeliat akad nikah Nindol.
Dari situ, aku belajar kalau hidup gak melulu tentang kita, tentang diri kita sendiri. We have to open our heart to someone else. Dari situlah kita akan nemuin siapa yang akan jadi teman hidup. Dan proses Nindy menemukan suaminya yang bakal jadi pelajaran buat aku.
Dari SMA aku selalu ngejar impian. Seakan impian itu udah jadi penghuni tetap di otak. Begitu impian satu tercapai maka akan ganti dengan impian lain yang harus dicapai dan itu hanya berputar di diri kita. So, from Nindy, I learn so much things. Aku kenal dan berteman dengan Nindy dari lama, bedanya dia gak hanya berpikir tentang dirinya, tapi semuanya, tentang orang-orang yang ada di sekitarnya, dan bukan hanya mimpi untuk dirinya.
Selalu dan selalu aku ngerasa masih sangat childish. Selalu ngerasa I'm so young, and I can do anything what I want, I can go anywhere that I want, and I want to enjoy my life, all by myself. Dan undangan nikah dari Nindy plus kata-kata dia yang ngasih tau dia mau nikah itu benar-benar jadi tamparan keras buat aku. Bukan iri ato sebel karena Nindy nikah duluan, Bukan. Tapi separuh otak gue langsung teriak "Hello Lala, you're not young as you think. You're twenty something and you have to face the world. Get the job and get marry as fast as you can so you can help your parents!!"
Aku bukan lagi anak SMA yang masih bisa bersantai, pergi main dan mendapat uang saku. Atau bukan mahasiswa yang selalu mendapat uang kiriman orang tua tiap bulannya. Kamu udah berubah, Lala.
Fase hidup yang udah dialami Nindy benar-benar nyadarin, kalau hidup bukan layaknya anak 17 tahun. Being twenty something is hard but fun. Dan lagi-lagi Nindy selalu dan selalu jadi cerminan buat aku kalau udah lengah.
Dulu juga gitu. Waktu aku lagi rajin ngeluh soal tugas kuliah, kegiatan Nindy di kampusnya jadi pemacu untukku. Dia sibuk kuliah, organisasi dan masih bisa ngajar TK. Sedangkan aku yang cuma kuliah dan tugas praktek liputan, ngeluhnya udah kayak ngurusin negara. Malu? Pasti. Dari situ deh aku belajar gimana ngimbangin waktu, gimana mengatur semua pola hidup, dan mengubah kewajiban menjadi hal yang fun buat dilakuin.
Dan tentang membuka hati untuk someone else and forget the past, Nindy bener-bener guru deh buat gue. Oke Ndy, ini serius loh. Tau kan maksudnya yang mana? Pasti tau lah, hehe..
Move on buat gue amat sangat susah dan butuh waktu panjang. Apalagi kalo lo menyadari lo dan seorang cowo itu berteman lama. Dan sebelum lo sadar kalo lo punya special feeling sama cowo itu, ternyata cowo itu menyimpan perasaan cukup lama untuk lo, it's so romantic. Dan kurang lebih itulah yang terjadi dalam hidup gue. Tapi nyatanya setelah aku mulai benar-benar menyadari tentang cowo itu, dia pergi. Oke, tahunan waktu dia untuk aku hilang dan aku benar-benar kehilanga. Dan ini udah dua tahun dari kejadian itu, tapi masih aja ya belum bisa ngeganti dia. Malu sama Nindy lagi? Pasti.
So Nindy, sadar ga sadar, kamu bukan cuma guru buat murid TK mu, tapi juga buat aku. Selamat membangun sebuah keluarga kecil Ndy. Dan, semoga kita terus berteman ga putus kontak ya. Oh lagi, semoga masih ada lagi ya, pagi-pagi ke laut dan cerita ini itu dilanjut ngebubur ayam :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments