Tak Tahu dan (mungkin) Takkan Pernah Tahu
Senja mulai datang. Tak sendiri, bersama angin sepoi yang menungguku di sini. Di pantai tenang ini. Sepi dan senja serta berteman angin, hanya ada aku yang duduk di sini, di tepi pantai. Sesekali ombak datang menyapa lalu pergi lagi. Aku menikmatinya, menikmati kemesraanku dengan senja di pantai ini. Entah mengapa aku menikmati suasana ini. Aku merasa begitu tenang. Memulai ceritaku pada alam dalam diam yang takkan pernah dimengerti siapapun.
Dia seperti ombak itu, datang sebentar lalu pergi. Tak pernah tinggal lama untuk menemaniku. Hanya sejenak, memberi senyum, lalu kemudian menghilang. Ah, kau sangat pintar mempermainkan perasaan. Kau dan permainan teka tekimu ini. Bagaikan bermain peran lalu peranmu selesai. Tak berlanjut. Sedangkan aku, seperti penonton yang menyaksikanmu bermain peran mempermainkan setiap hati atau aku yang menjadi objek permainanmu. Entahlah.
Aku berusaha memberi batas dari awal. Aku bahkan tak tahu awalnya. Entah dari mana aku memberi batas, entahlah, aku sudah lupa, tak tahu lebih tepatnya. Entah sudah berapa kali aku terbawa permainanmu. Aku selalu tersenyum saat melihat kau dan dia. (Berpura-pura) senang melihat kau dan dia. Awalnya aku masih berada dalam batas yang aku buat. Tapi sekarang, aku tak tahu lagi di mana batas itu. Aku tak bisa melihat batas itu lagi dan membiarkanku terus saja terbawa arus. Aku senang? Muak aku dengan semua perasaanku sendiri, dengan tawaku, senyumku, sedihku, semua rasaku.
Aahh.. aku benar-benar lelah.. Kau datang menghilang, selalu. Ingin aku hentikan semua dan memberi batas lagi. Tapi kau terlalu pandai hingga aku tak mampu lagi memberi batas. Permainanmu benar-benar tak dapat dimengerti. Aku tak tahu dengan semua permainanmu. Dan mungkin aku takkan pernah tahu maksud semua sikapmu, permainanmu. Apa yang kau cari?
Senja semakin redup. Laut semakin merangkul dingin badanku. Camar itu datang dan berteriak menyemangatiku. Aku sudah tak peduli. Aku sudah penat dengan permainanmu dan batas yang aku langgar sendiri. Ombak masih saja menderu di hadapku seakan dirimu yang terus saja datang dan pergi. Dan seperti diriku yang masih saja belum dapat membacamu sepenuhnya.
Bintang mulai muncul dan senja semakin meninggalkanku. Senja itu sudah mendengarkan semuanya. Tentang rasaku. Tapi kau belum mendengarnya. Aku yang tak mau memberitahumu. Aku yang membiarkan semua begini.
Senja, hanya ini yang ingin aku bagi denganmu sore ini. Aku tak tahu bagaimana nanti karena bukan aku yang mengatur permainan ini.
Aku berdiri meninggalkan pantai berbalik arah ke rumah. Meninggalkan senja di pantai itu dan meninggalkan jejak langkah di pasir putihnya. Lalu berbisik pelan, "Ini beda. Bohong kalau aku bilang aku tidak menyayanginya"
0 komentar:
Posting Komentar